Jakarta – Inisiator Gerakan Nurani Kebangsaan (GNK), Habib Syakur Ali Mahdi Alhamid, mengecam keras narasi provokatif dan cenderung body shaming yang diangkat oleh kanal FNN dalam kontennya yang menyoroti kondisi fisik Presiden ke 7 Joko Widodo saat menghadiri reuni di Universitas Gadjah Mada (UGM). Dalam video tersebut, secara terang-terangan pembicara menggiring opini bahwa reuni Presiden bersama teman-teman angkatannya adalah skenario rekayasa, bahkan menyeret nama seseorang yang disebut sebagai “Wakidi”.
“Bukannya membahas hal substantif, mereka malah fokus pada kulit kepala presiden dan menuduh acara reuni di UGM sebagai settingan murahan. Ini sudah bukan kritik—ini fitnah yang membodohi masyarakat,” tegas Habib Syakur, Selasa (30/7/2025).
Menurut Habib Syakur, pembahasan yang dilakukan FNN tidak memiliki dasar fakta yang kuat, melainkan hanya opini-opini liar yang sengaja digiring untuk menciptakan persepsi negatif terhadap Presiden. Terlebih, menyamakan seorang peserta reuni dengan orang lain tanpa bukti otentik adalah bentuk fitnah terbuka yang bisa mencemarkan nama baik.
“Bagaimana mungkin seseorang bisa divonis sebagai ‘Wakidi dari Terminal Tirtonadi’ hanya dari satu video reuni? Ini bukan cara cerdas berpolitik. Ini gaya jalanan yang dibungkus narasi intelektual,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia menilai bahwa upaya mendiskreditkan mantan Presiden dengan terus-menerus mempersoalkan hal-hal tak substansial seperti fisik, ijazah, hingga reuni kampus, justru menjadi tanda bahwa kelompok tersebut telah kehabisan amunisi argumentatif.
“Kalau ada yang serius mau menguji kebenaran, silakan ke jalur hukum, bukan menyebarkan asumsi lewat kanal YouTube dengan bumbu sensasi. Bangsa ini tak bisa terus diseret ke dalam pusaran kebencian,” ujarnya.
Habib Syakur juga mengingatkan bahwa reuni kampus adalah bagian dari hak pribadi Presiden yang tidak bisa serta-merta dicurigai sebagai panggung rekayasa politik. UGM sebagai institusi pendidikan besar tentu tidak akan mempertaruhkan integritasnya demi gimmick politik murahan.
“UGM itu universitas besar, penuh tradisi intelektual. Apakah mereka pikir semua civitas akademika UGM bisa disuruh berakting dalam ‘sandiwara’? Ini penghinaan terhadap nalar dan akal sehat publik.”
Sebagai penutup, Habib Syakur mengajak masyarakat untuk lebih selektif dalam mencerna informasi. Ia meminta publik tidak mudah terprovokasi oleh narasi-narasi liar yang tujuannya bukan untuk mencerahkan, tetapi justru untuk memecah belah bangsa.
“Sudahi hal-hal receh yang dijadikan alat untuk membakar kebencian. Mari kita rawat akal sehat, dan jaga martabat demokrasi kita dari cara-cara yang memalukan,” pungkasnya.







Komentar