IJRS: Revisi KUHAP Harus Perkuat Akuntabilitas Aparat dan Perlindungan Hak Tersangka

Berita Utama744 views

Jakarta – Indonesia Judicial Research Society (IJRS) menilai pembahasan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) merupakan momentum krusial untuk melakukan reformasi sistem peradilan pidana di Indonesia.

Manajer Program Reformasi Sistem Peradilan Pidana IJRS, Menurut Matheus Nathanael memandang revisi KUHAP harus mampu menciptakan sistem peradilan yang lebih modern, demokratis, dan menghormati prinsip-prinsip hak asasi manusia.

Cloud Startup - Bikin Website Kamu Makin Ngebut

“Ini bukan sekadar revisi teknis, tapi merupakan kesempatan untuk membangun sistem yang akuntabel, transparan, serta responsif terhadap kebutuhan keadilan masyarakat,” ujar Matheus kepada wartawan, Senin (21/7/2025).

Disampaikannya, pembaruan KUHAP harus mewujudkan sistem check and balance yang nyata. Di antaranya mencakup jaminan perlindungan terhadap hak-hak tersangka dan terdakwa, pengawasan terhadap kewenangan penyidik, serta kontrol atas tindakan penuntutan oleh aparat penegak hukum.

“Judicial control yang kuat harus dijadikan fondasi utama. Dan itu hanya bisa diwujudkan jika ada partisipasi publik yang terbuka dan terlibat aktif dalam proses pembentukan kebijakan hukum acara pidana,” tegas Matheus.

Selain penguatan kontrol institusional, IJRS juga menilai bahwa revisi KUHAP harus memberikan perhatian serius terhadap perlindungan saksi dan korban dalam proses hukum.

“Reformasi ini harus menjamin perlindungan HAM secara menyeluruh, termasuk bagi kelompok rentan, saksi, dan korban. Penguatan mekanisme kontrol terhadap kewenangan aparat penegak hukum jadi kunci utama,” kata dia.

Dalam telaah terhadap draf RKUHAP yang beredar, IJRS menemukan setidaknya ada sembilan poin krusial yang dianggap perlu menjadi fokus utama pembuat undang-undang.

Masalah-masalah tersebut terkait dengan sejumlah pasal yang menyangkut hak tersangka atau terdakwa, ketentuan soal penyidikan dan penuntutan, serta penggunaan upaya paksa yang dinilai belum selaras dengan prinsip due process of law.

“Pasal-pasal tersebut berpotensi melemahkan perlindungan hukum jika tidak direvisi secara serius. Ini harus menjadi koreksi bersama,” kata Matheus.

Dengan mempertimbangkan berbagai permasalahan yang ada, IJRS mendorong DPR dan Pemerintah agar menjalankan proses legislasi secara hati-hati, terbuka, dan partisipatif.

“Penyusunan KUHAP harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan membuka ruang komunikasi dengan publik.

Aspirasi masyarakat sipil perlu diserap dan diakomodasi agar hasil revisi benar-benar mencerminkan kebutuhan reformasi hukum dan menjawab tantangan dalam sistem peradilan pidana kita saat ini,” tutur Matheus.

Komentar