Narasi Anti-Demokrasi Merajalela, Ken Setiawan Peringatkan Buku ‘Indonesia Gelap’ Sebagai Alat Politisasi Radikal

Berita Utama687 views

Jakarta — Pendiri NII Crisis Center Ken Setiawan mengingatkan publik akan bahaya infiltrasi ideologi radikal yang dibungkus dalam kemasan literasi intelektual. Salah satu yang menjadi sorotannya adalah gerakan literasi bertajuk Indonesia Gelap yang dinilai sarat narasi pesimisme dan anti-pemerintah, namun secara halus ditunggangi kelompok eks HTI untuk menyebarkan faham khilafah dan intoleransi.

Menurut Ken, kampanye lewat buku preorder Indonesia Gelap itu bukan sekadar gerakan biasa. Di balik gerakan tersebut, terindikasi adanya keterlibatan tokoh-tokoh yang punya rekam jejak kuat dalam jaringan dakwah HTI.

Cloud Startup - Bikin Website Kamu Makin Ngebut

“Arah narasinya jelas membangkitkan emosi publik, memantik kebencian pada sistem yang ada, lalu menggiring opini ke arah ideologi khilafah sebagai solusi,” ujar Ken.

Buku *Indonesia Gelap* sendiri, menurut data dari situs resmi penerbit [Penerbit Lakeisha](https://www.penerbitlakeisha.com/detail_buku.php?id=2174), adalah bunga rampai tulisan para aktivis muslim dan akademisi. Namun, beberapa nama penulis seperti Kusnadi Ar-Razy, Azizi Fathoni K, Pompy Syaiful Rizal, Utsman Zahid, Hasbi Aswar, Titok Priastomo, Doni Riw dan Arief B. Iskandar diketahui kerap memproduksi konten dakwah yang sejalan dengan narasi HTI. Mulai dari promosi sistem khilafah, penolakan demokrasi, hingga distribusi buletin Kaffah dan kajian kitab yang mengarah pada ideologi transnasional.

“Kontennya bertebaran di YouTube, Instagram, hingga blog pribadi mereka. Ada yang tampil sebagai dosen, peneliti, atau akademisi, tapi garis pemikirannya tetap satu: menyebarkan ide khilafah lewat pendekatan yang lebih halus,” ungkap Ken.

Ia juga menyinggung nama Hanafi Rais yang meski tidak terkait langsung, namun kerap diberikan panggung oleh simpatisan HTI bersama sang ayah, Amien Rais, serta aktif menyuarakan pembelaan terhadap ide-ide khilafah dalam berbagai forum.

Lebih jauh, Ken mengingatkan bahwa strategi HTI bukan hal baru. “Apa yang tidak ditunggangi oleh HTI? Aksi 212 ditunggangi, mahasiswa ditunggangi, gerakan literasi pun mereka sasar. Ini menjadi sinyal kuat bahwa HTI belum mati mereka masih eksis dan aktif berkamuflase dalam berbagai bentuk,” tegasnya.

Ken juga mengajak masyarakat dan netizen untuk tidak terjebak dalam narasi manipulatif yang berbalut kesan ilmiah dan aktivisme.

“Literasi itu penting, tapi kalau ujungnya untuk merusak persatuan bangsa dan mengganti sistem negara, maka itu bukan literasi itu propaganda terselubung,” pungkasnya.

Komentar