Oleh : Sholehudin Somad
Kontestasi Pemilihan Rektor Universitas Indonesia (UI) memasuki ‘babak’ akhir. Kurang dari dua pekan lagi, kampus terbaik di negeri ini bakal memiliki rektor baru.
Ada tujuh calon rektor yang berhasil lolos penjaringan. Salah satunya Profesor Heri Hermansyah, Dekan Fakultas Teknik (FT) yang memiliki rekam jejak mentereng. Baik dari sisi perjalanannya mengabdi di UI, prestasi, hingga kepiawannya membangun relasi.
Sepekan kemarin, panitia pemilihan Rektor UI membuka aspirasi publik. Tujuannya untuk memberikan kritikan maupun masukan terhadap si calon. Hingga waktu penutupan kemarin, 16 Agustus 2024, Prof Heri merupakan 1 dari tiga figur yang memperoleh ‘suara’ tertinggi.
Tercatat, ada 834 orang yang memberikan masukan kepada profesor termuda dalam sejarah FT UI tersebut. Latarnya beragam, dari akademisi, tendik, mahasiswa, aktivis sosial, pengacara, resimen mahasiswa, reviewer nasional, asosiasi profesi dan keilmuan, organisasi volunteer dll.
Ini saya kira poin menariknya. Dua kompatriot Prof Heri lainnya, Agus Setiawan dan Prof Ari Fahrial Syam, yang juga memperoleh suara publik cukup besar, mayoritas pemberi masukannya berlatar dokter dan tenaga medis. Sementara Prof Heri lebih ‘gado-gado’ alias beragam.
Multi Tasking Sejak Dini
Banyak cerita menarik yang mereka sampaikan seputar sisi lain ‘Si Anak Sukabumi’. Dari mulai pengalaman semasa mahasiswa di luar negeri, aktivitas di UI, hingga bagaimana integritas dan dedikasi Prof Heri membangun negeri.
Dosen Prodi Sosiologi Universitas Negeri Jakarta, Asep Suryana berkisah bagaimana Prof Heri punya ‘bakat’ multitasking sejak dini.
“Saya mengenal Prof. Heri Hermansyah sejak tahun 1995. Sebagai anak kos tingkat akhir yang kuliah di Jurusan Sosiologi FISIP UI, saya dan beberapa kawan ikut menonton TV di kosan Prof Heri Hermansyah di Kampung Srengseng Sawah.”
“Saat itu ia baru semester 3 atau empat di FTUI, masih imut-imut. Yang saya terkesan, beliau tetap membaca buku dan menghapal sambil menonton televisi. Rupanya acara TV itu sangat ia tonton, tetapi ia juga harus belajar. Mungkin karena besok ada ujian” dikutip laman Pemilihan Rektor UI.”
Tipes dan ‘Kurir’ Uang Doktor Muda Jepang
Asep juga rupanya menjadi saksi bagaimana Prof Heri mengukir prestasi. Asep, yang notabene seniornya, kagum dengan pencapaian juniornya itu ketika berhasil menempuh studi ke Jepang.
“Lama saya tak jumpa. Di akhir 1999, saya jumpa lagi dengan beliau di kosan saya di Kober Jalan Margonda. Ia menyatakan akan sekolah Strata Dua di Jepang dengan beasiswa.
“Sebagai yang lebih senior dan sama-sama orang Sunda, saya sangat gembira. Ada anak Sunda, asal Sukabumi yang punya semangat belajar luar biasa. Saya pun sesungguhnya sedang berjuang untuk kuliah S2 dan S3 ke Jepang. Selalu gagal. Tetapi anak Sukabumi berhasil menembusnya. Masya Allah!!!”
Potret kebaikan dan keteguhan Heri juga terlihat kala rekan sejawatnya menghadapi situasi sulit. Asep lantas menceritakan bagaimana kondisinya ketika itu tengah diuji.
Tahun 2008, Asep tengah sakit tipus. Terkapar di rumah: sendirian (karena Istri sedang tugas belajar S3 di Korea sambil mengasuh anak pertama).
“Uang kontan tak ada. Jadi harus pergi ke ATM untuk mengambil uang tersebut. Kebetulan ada Junarto (yunior saya di FISIP UI) menelpon saya. Saya langsung bilang: boleh engga pinjam uang untuk kebutuhan sehari-hari. Dia bilang boleh dan bisa. Dan akan meminta kawannya yang tinggal hanya beda RW dengan saya untuk mengantarnya.”
“Ternyata yang mengantar adalah Dr. Heri. Doktor muda yang baru selesai dari Jepang. Ia mengetuk pintu dan mengantarkan uang yang saya butuhkan ke rumah saya tersebut.”
Doa Untuk Calon Rektor UI
Asep tak kaget dengan prestasi yang diraih Prof Heri sekarang. Integritas dan dedikasi Dekan FT UI itu memang sudah terbentuk sedari mahasiswa.
“Beberapa tahun kemudaian saya saksikan karir akademik anak Sukabumi ini terus melesat. Saya pernah melihat wajahnya dipajang di baliho Direktorat Penelitian dan Pengabdian UI tahun 2011 sebagai Dosen yang memiliki program pengabdian masyarakat paling kreatif.”
“Beberapa tahun kemudian beliau menjadi Kepala DRPM UI, dan membrifieng saya (yang dahulu lebih senior) ketika saya mengajukan hibah penerbitkan artikel Scopus. Akhirnya, awal tahun 2024, saya bertemu dengan beliau saat jalan pagi antara FISIP UI dan FEB UI. Ia masih menegor saya dengan ramah (padahal lama sekali tak jumpa). Kemudian kami saling berfoto. Prof Heri yang mengambil swafoto.”
Asep yakin bahwa dengan kualitas dan kapabilitasnya, Prof Heri bisa menjadi Rektor UI. Figurnya yang supel, kaya pengalaman, serta pintar dalam membangun relasi, menjadikannya layak memimpin UI.
“Prof Heri adalah figur luar biasa. Ia mampu menanjak dengan penuh kejuangan dan doa. Puncak karir sebagai akedemisi bergelar Prof telah ia dapatkan dalam usia muda. Posisi Dekan telah diamanahi kepadanya juga dalam usia muda. Padahal ia bukanlah berlatar keluarga dinasti ekonomi atau dinasti akademik.”
“Bapaknya adalah pedagang biasa. Bapaknya bukan pula akademisi dengan gelar kesarjanaan yang mentereng. Toh dengan segala latar belakangnya itu, Prof Heri dapat meniti hidupnya hingga ke Puncak. Insya Allah, bila beliau diberi amanah sebagai Rektor UI, beliau akan membawa UI menjadi lebih baik, karena latar dirinya sebagai pejuang kehidupan”.
Komentar