Ciputat – Dema UIN Jakarta Sukses Menggelar Seminar Nasional Festival Pancasila yang bertemakan “Pancasila Arus Utama Kehidupan Bernegara”, yang di adakan di Hall Student Center Kampus 1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. (02/11/2022).
Seminar Nasional Festival Pancasila ini di isi oleh Keynote Speaker Raja Juli Antoni, Ph.D. selaku Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang Indonesia. Dengan narasumber Muhammad Isnur, S.H.I. selaku Ketua Umum YLHBI), Rachmawati Oktiviani, S.H., M.H selaku Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Direktorat Analisis dan Penyelarasan, Dr. Ujang Komarudin, S.H.I., M.Si. selaku Pengamat Politik Indonesia, Alfi Rahmadi selaku peneliti & Jurnalis Senior dan Fachrurozy Majid selaku Direktur Eksekutif Nurcholis Majid Center.
Dalam sambutannya, Ketua Dema UIN Jakarta Muhammad Abid Al Akbar menyampaikan bahwa Pancasila merupakan ruh Indonesia bisa bertahan sampai hari ini.
“Maka dari itu, perlu adanya penyegaran terus-menerus terhadap ruh tersebut, agar mahasiswa bisa mengkontekstualisasikan nilai-nilai Pancasila dalan kehidupan sehari-sehari dan sebagai arus utama kehidupan bernegara.” tegasnya.
Adapun Bapak Raja Juli Antoni, Ph.D. sebagai Keynote Speaker mengatakan bahwa “Pancasila adalah kalimah-sawa bagi entitas-entitas yang ada di Indonesia. Maka dari itu, sebagai titik temu perlu dijaga kelestariannya demi keutuhan bangsa Indonesia.”
Seminar Nasional sesi pertama yang menghadirkan dua pemateri dari latar belakang yang berbeda, yaitu Fachrurozi Majid dan Ujang Komarudin.
Dalam materinya, Fahrurozi Majid yang dikenal sebagai direktur eksekutif Nurcholish Majid Center memaparkan tentang pentingnya Pancasila dalam merajut kebhinekaan. Pentingnya aktualisasi nilai-nilai Pancasila sebab Indonesia berpegang pada hal tersebut. Selain hafal dengan butirnya, maka perlu paham makna dan pengimplementasiannya.
“Indonesia disatukan oleh bahasa Indonesia,” lanjutnya.
Dalam hal ini beliau ingin menegaskan bahwasanya dalam persatuan dan kesatuan, tidak hanya Pancasila yang menyatukan, tapi juga bahasa pemersatu bangsa.
Dr. Ujang Komarudin selaku pengamatan Politik Indonesia memaparkan tentang 3 poin penting untuk menjaga persatuan dan meneguhkan karakter keindonesiaan, yakni menjaga Kebhinekaan, mendahulukan kepentingan umum, dan yang terakhir adalah merefleksi kemerdekaan.
“Mari kita berpikir bagaimana ide dan gagasan kita bisa berguna bagi masyarakat dan bangsa. Indonesia sudah merdeka 77 tahun, dan reformasi sudah 23 tahun. Ini menjadi cerminan untuk kita bangsa Indonesia, bahwa Indonesia sampai saat ini masih banyak ketimpangan,” ucapnya.
Tak lepas dari itu, Ujang Komarudin menyampaikan bahwa kebhinekaan itu harus dijaga dengan kebersamaan. Masyarakat yang heterogen adalah keniscayaan. Tapi perbedaan bukan untuk diperselisihkan. Beliau juga berpesan bahwa masyarakat Indonesia ini harus memiliki jiwa berkorban, karena peradaban dibangun bukan dengan diam. Tapi dengan pergerakan. Maka dari itu, Indonesia butuh pemuda yang berdaya guna. Salah satu caranya dengan berprestasi. Tidak harus dalam skala besar.
“Karena dengan prestasi, maka teman-teman akan menginspirasi. Sekecil apapun isi prestasi itu,” katanya.
Dr. Ujang Komarudin juga kembali menegaskan bahwa Pancasila itu merupakan ideologi yang tidak punya ruh. Sehingga sering dilegitimasi oleh orang-orang tertentu. Itulah kenapa banyak pejabat yang melenceng, karena mereka hanya hafal butirnya tapi tidak dengan implementasinya.
Hal ini juga menjadi renungan untuk kita bahwasanya hal terpenting dalam kebhinekaan memang Pancasila. Sehingga perlu kita maknai butir-butirnya, juga perlu diimplementasikan dengan sebaik-baiknya.
Seminar Nasional sesi Kedua yang menghadirkan Tiga pemateri yaitu Muhammad Isnur, Rachmawati Oktiviani, dan Alfi Rahmadi, dengan materi “Meneguhkan Pancasila sebagai Falsafah Bangsa dan Dasar NKRI”.
Sebagai pembicara pertama di sesi kedua, Bapak Muhammad Isnur sebagai Ketua Umum YLHBI mengutarakan dari hal yang paling mendasar tentang sejarah pancasila.
“Berbicara sejarah pancasila, berbicara nilai-nilai yang terkandung dalam sila-silanya. Tujuan bangsa Indonesia itu terkandung dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang berbunyi: Melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, melaksanakan ketertiban umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan ini harus dapat Indonesia capai untuk membentuk bangsa yang berdaulat. Sama halnya dengan pancasila yang mengandung tujuan dan menjadi pedoman bangsa Indonesia. Nilai-nilainya harus dapat diamalkan bukan hanya diucapkan.” jelas Muhammad Isnur.
Kemudian, Pembicara kedua, Rachmawati Oktiviani sebagai Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Direktorat Analisis dan Penyelarasan juga menerangkan bahwa “Terbentuknya pancasila tentunya tidak semata-mata ada seperti jatuh dari langit. Pancasila terbentuk karena melalui proses yang sangat panjang. Menyatukan berbagai perspektif dari para pencetusnya sehingga dapat disepakati 5 sila yang hingga saat ini kita kenal. Kemudian, jangan sekali-kali menganggap bahwa pancasila oldish atau ketinggalan zaman.”
“Sampai saat ini pancasila justru relevan dengan perkembangan zaman, maka masih dijadikan dasar hingga hari ini. Maka sebagai generasi milenial yang melek teknologi, seharusnya anak muda tidak enggan untuk merasa nasionalis dan pancasilais terutama dalam memanfaatkan teknologi di zaman sekarang. Jangan malu untuk berkomentar positif di sosial media. Jangan malu untuk bijak. Karena generasi milenial adalah pelopor dalam pengalaman nilai-nilai pancasila.” tutur dia.
Kemudian pemateri yang terakhir Alfi Rahmadi selaku peneliti & Jurnalis Senior juga menyebutkan “Seperti yang dikatakan kak Rachmawati bahwa pancasila itu tidak oldish, pancasila dapat diteknologikan.”
“Jika melihat letak geografis Indonesia terdiri dari banyak pulau dan keanekaragaman yang lain dari sabang-merauke. Dan yang menyatukan keanekaragaman tersebut menjadi satu kebangsaan Indonesia dengan pancasila. Tentunya melalui proses panjang, tidak semudah jatuh dari langit tiba-tiba seperti yang dikatakan kak rachmawati tadi.” pungkasnya.
Komentar