Urai Polemik Omnibus Law RUU Cipta Kerja

Ekonomi41,660 views

Berkeadilan.com – Persoalan omnibus law RUU Cipta Kerja masih berlangsung sampai saat ini. Pro dan kontra masih terjadi baik itu yang menyebut seluruh draf RUU Cipta Kerja bermasalah, sebagian draf bermasalah sehingga perlu diperbaiki maupun yang menganggap RUU Cipta Kerja penting untuk tingkatkan lapangan kerja dan perbanyak investasi di dalam negeri.

Menanggapi itu semua, digelar sebuah diskusi publik dengan tema “Mengurai Polemik Omnibus Law RUU Cipta Kerja” yang digelar di Sekretariat Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) di Jakarta.

Salah satu narasumber yakni Presiden Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban mengatakan, bahwa persoalan Omnibus Law sejatinya terjadi karena pemerintah sebagai pengusul tidak melibatkan serikat pekerja yang ada di Indonesia dalam pembahasan jelang penyusunan draf RUU Cipta Kerja. Sehingga dalam draf banyak materi yang dinilai cenderung diskriminatif terhadap kaum buruh.

Jika memang tujuan dari terbitnya RUU Cipta Kerja yang menaungi peningkatan investasi dan penciptaan lapangan kerja di Indonesia, maka hak-hak buruh tidak dipandang sebelah mata baik itu hak normatif maupun hak konstitusional lainnya.

“Bahwa RUU Cipta Kerja Omnibus Law seharusnya menyerap tenaga kerja dan mewakili hak-hak buruh secara menyeluruh tanpa ada diskriminasi dan pembatasan hak-hak buruh secara konstitusi,” kata Elly dalam diskusi di Salemba, Jakarta Pusat, Kamis (12/3/2020).

Sementara dari sisi pengusaha, Indonesia sebenarnya memiliki pekerjaan rumah (PR) yang tidak tidak kalah penting dalam penyediaan lapangan kerja bagi masyarakatnya.

Wakil Ketua I Dewan Pimpinan Kota Asosiasi Pengusaha Indonesia (DPK APINDO) dan Pengawas Pengupahan Kabupaten Sukabumi, David FC Dharmadjaja mengatakan bahwa di Kabupaten Sukabumi sendiri banyak pengangguran. Hal ini karena lapangan kerja di tanah Sunda itu tidak memadahi bagi angkatan kerja yang ada di sana.

“Pemerintah tidak pernah melihat masyarakat itu secara merata, kenapa? karena di Sukabumi masih banyak pengangguran, hal ini disebabkan karena tidak ada lapangan kerja yang tersedia bagi masyarakat,” kata David.

Perlu diketahui, bahwa perlawanan terhadap Omnibus Law RUU Cipta Kerja masih dilakukan khususnya oleh elemen buruh di Indonesia. Termasuk di antara bentuk perlawanannya adalah dengan melakukan aksi unjuk rasa.

Sayangnya, aksi unjuk rasa kaum buruh melawan Omnibus Law tersebut disayangkan oleh pihak Kementerian Tenaga Kerja.

Menurut Direktur Jenderal Pembinaan Hibungan Industrial dan Jaminan Sosial (Dirjen PHI dan Jamsostek) Kementerian Tenaga Kerja Indonesia, Haiyani Romondang, saat ini RUU Cipta Kerja belum sampai dibahas oleh DPR RI. Namun kenapa saat ini justru sudah diributkan sedemikian rupa di ruang publik.

“RUU Cipta Kerja Omnibus Law ini belum disahkan oleh DPR RI, namun sudah menjadi bertentangan dengan masyarakat dan dinilai merugikan,” kata Haiyani dalam sambutannya yang dibacakan oleh perwakilan Kemenaker RI.

Namun terkait dengan perlawanan melalui parlemen jalanan itu, Dosen Fakultas Hukum dari Universitas Kristen Indonesia (UKI) Nixon Gans Lalu memandang langkah konstitusional tersebut wajar dan sangat sah.

“Terkait dengan RUU Cipta Kerja Omnibus Law ini berati kita bicara dengan lapangan kerja bagi masyarakat di Indonesia, dan tentang unjuk rasa itu adalah hak dan kewajiban sebagai kaum buruh, dimana mereka para buruh memperjuangkan sesuatu yang berkaitan dengan instrumen payung hukum bagi ketenagakerjaan,” paparnya.

Kemudian, optimisme tentang cipta lapangan kerja di RUU Cipta Kerja disampaikan oleh Direktur Bimbingan Teknis Badan Koordinasi Penanaman Modal (Bimtek BPKM), Johnny Sakti Meyer Siburian.

Ia menyebut bahwa dengan Omnibus Law ini, pemerintah meyakini angka pengangguran di Indonesia akan semakin berkurang.

“Omnibus law akan menjadi lapangan kerja bagi masyarakat Indonesia bahkan pengangguran pun bisa mendapatkan pekerjaan,” jelas Meyer. [RED]

Komentar